Dokumentasi by Shelvira Alyya

“Rumah hanya sekedar tempat mudik saja karena gak pernah tinggal tetap. Rumah hanya tempat
negosiasi dan intensitas ketemu orang tua sedikit. Di rumah pun jarang mendapatkan hal yang
dipelajari. Justru tahu banyak hal di luar.”


Itulah yang dikatakan Thoriqul Ihsan, sutradara Sasak Pangiriman saat berdiskusi dengan penonton seusai filmnya diputar. Mungkin buat banyak orang terdengar tidak umum makna rumah oleh Thoriqul Ihsan tadi, Namun bagi sebagian orang bisa mengamini makna tersebut. Secara sederhana, rumah dimaknai tempat kita berasal dan tempat kita pulang. Seiring dinamika sosial dan masyarakat, tafsiran kata “rumah” menjadi bermacam-macam. Karena multitafsir, maka kata “rumah” layak didefinisikan ulang.

Mungkin karena itu, program pemutaran film dan diskusi ini diberi tajuk “Dekontruksi Rumah”. Dekonstruksi sendiri merupakan proses pemaknaan secara baru, upaya pembacaan secara berulang-ulang selalu dihidupi untuk menemukan makna baru. Akan tetapi, proses ini tidak serta-merta merujuk pada sebuah penemuan makna asli. Acara ini dilaksanakan oleh Sanajan Studio didukung oleh BSM Rental dan Bahasinema. Dilaksanakan pada Sabtu, 21 Desember 2024 di Studio BSM Rental yang bertempat di Jl. Ir. H. Juanda No. 150, Bandung. Kegiatan ini menargetkan mahasiswa film dan pembuat film. Memang yang datang mayoritas penonton film khususnya mahasiswa yang bergabung dalam klub film. Ada empat film yang diputar di malam minggu itu; Kamu Harus Pulang (M. Mrydal Huda), How Do I Revive My Brother? (Muhammad Ihsan Fadli), Sasak Pangiriman (Thoriqul Ihsan), dan Salam dari Anak-Anak Tergenang (Gilang Bayu Santoso).

Difoto oleh Shelvira Alyya

Jujur, saya tidak punya ekspektasi apapun tentang film-filmnya. Tetapi ternyata filmnya cukup berkesan dan punya makna tersendiri. Keempat film ini merupakan kombinasi film baru dan lama. Temanya pun beragam dan tematik. Meski begitu, jika ditarik secara garis lurus, empat film ini punya benang merah yang sama, yaitu berkaitan dengan keluarga, rumah, dan trauma. M. Mrydal Huda, sutradara film Kamu Harus Pulang mengatakan bahwa kita semua pasti pernah merasa kehilangan dan ia ingin berbagi rasa kehilangan itu. Maka dari itu, percakapan atau dialog yang ada di filmnya tidak sulit untuk dirumuskan karena memang pernah dirasakan sehingga nempel di memori. Filmnya sendiri bercerita tentang seorang anak yang pulang ke rumah orang tuanya di malam takbiran setelah merantau dan tidak pernah pulang selama 7 tahun. Alasan tidak pernah pulang karena ada masalah di masa lalu yang membuatnya trauma dan kehilangan sehingga memilih untuk pergi. Sutradara yang sempat berprofesi sebagai budak korporat ini juga mengatakan rumah setiap orang berbeda-beda sehingga pemaknaan rumah setiap orang berbeda. Dalam film tersebut, muka orang tua sengaja tidak ditampilkan biar semua orang merasakan dan membayangkan muka orang tuanya muka orang tua masing-masing.

Selanjutnya, ada film How Do I Revive My Brother?. Film yang diproduksi tahun 2022 dan selesai tahun 2024. Ini bercerita tentang seorang anak kecil yang sering mendapatkan kekerasan dari ibunya dan ia merasa ibunya pilih kasih dengan lebih peduli terhadap sang adik. Yang unik alasan kenapa filmnya memakan waktu sampai 2 tahun karena sang sutradara malas. Spontan penonton tertawa. Selain malas, tentunya ada beberapa kendala lain. Film yang baru pertama kali diputar untuk publik ini mengangkat isu traumatik dan kekerasan verbal. Muhammad Ihsan Fadli, sang sutradara mengatakan apapun itu alasannya, kekerasan verbal pasti akan berdampak ke si korban. Sutradara lulusan Fakultas Film dan Televisi IKJ ini juga menjelaskan jika kita bicara kekerasan verbal, bukan hanya perkara bicara kasar tetapi juga tentang kebohongan dan mitos. Seringkali kebohongan diturunkan turun menurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya sehingga menjadi mitos negatif. Selain itu ia juga bicara tentang trauma yang dianggap sebagai kehilangan jiwa. “Saya gak mau penonton merasa trauma tapi secara emosional tetap terbawa. Makanya, style filmnya dibuat terinspirasi film-filmnya Sam Raimi yang lebih komedi, ujarnya.” Saya menangkap sebagai black comedy. Mengarahkan para pemain yang belum pernah bermain film atau berakting juga menjadi tantangan. Sehingga ia melalukan pendekatan-pendekatan khusus. Target syuting yang awalnya tiga hari, menjadi empat hari.

Lalu, ada film Sasak Pangiriman yang disutradarai oleh Thoriqul Ihsan. Menceritakan tentang seorang ibu tunggal yang berprofesi sebagai pengantar paket harus mengurus anak satu-satunya dan sang ibu sekaligus. Ide awalnya ingin mengangkat tentang profesi antar mengantar. Bagi sang sutradara, kurir dan ibu merupakan pekerjaan yang mirip-mirip. Soal keselamatan, ketepatan, dan kecepatan. Kurir harus memastikan barang yang diantar selamat sampai tujuan. Ibu juga harus memastikan orang yang diurusnya sehat dan selamat. Salah satu penonton ada yang bertanya kenapa memilih keluarga yg tidak lengkap, lalu dijelaskan karena ketika menulis skenario mempertanyakan jika suami berkewajiban mencari nafkah, maka apa yang terjadi jika suami tidak ada. Sutradara lulusan Fakultas Film dan Televisi Universitas Widyatama ini riset ke beberapa ibu yang kehilangan suami dan harus menjadi generasi sandwich. Ia ingin meng-highlight kehidupan ibu yang menghidupi anak dan orang tuanya. “Frame laki-laki dan perempuan sengaja dipisah karena ingin menunjukkan perbedaan laki-laki dan perempuan. Permainan warna jug dilakukan, si ibu menggunakan warna merah karena ingin menunjukkan bahwa ia ingin berhenti tapi diminta terus maju sedangkan pria menggunakan warna hijau, ujarnya.” Awalnya film ino didesain cuacanya cerah namun diprakteknya hujan. Ketika diminta menjelaskan arti dari rumah, ia mengatakan bahwa rumah hanya sebagai tempat mudik saja karena tidak pernah tinggal tetap. Rumah hanya tempat negosiasi. Intensitas bertemu dengan orang tua sedikit.

Terakhir, film Salam dari Anak-Anak Tergenang yang disutradarai oleh Gilang Bayu Santoso. Saya pribadi pernah menonton film Gilang sebelumnya yang berjudul Awal: Nasib Manusia (2016). Film dokumenter yang menceritakan tentang kehidupan Pak Awal Uzhara ini berkesan buat saya karena saya pernah mengenal beliau yang kini sudah meninggal dunia. Salam dari Anak-Anak Tergenang sendiri dokumenter tentang penggusuran desa-desa demi sebuah proyek besar bernama Bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang. Yang berbeda dan unik, sudut pandang yang digunakan ialah sudut pandang anak-anak, bagaimana anak-anak melihat kampung dan tempat tinggal mereka akan dihancurkan demi sebuah bendungan. Alasan menggunakan sudut pandang anak-anak karena seringkali ketika terjadi konflik atau sesuatu yang berdampak besar, anak-anak sangat jarang atau bahkan tidak pernah mendapat perhatian. Dalam kasus Bendungan Jatigede pun seperti itu, orang-orang hanya peduli Jatigede-nya, hanya peduli uangnya tetapi tidak peduli dengan nasib anak-anak. “Anak dalam kandungan saja terkena dampaknya seperti mendengar suara ledakan bom, cerita Gilang”. Para anak-anak itu merasa sedih karena mereka menganggap kampungnya bukan hanya sekedar tempat tanggal dan sekolah, tetapi juga tempat bermain dan punya teman. Kalau pindah, nanti tak bisa lagi ketemu teman dan bermain lagi. Rumah diartikan sesederhana mendapatkan belut di sawah. Menunjukkan kepolosan anak-anak yang kehilangan ruang hidupnya.

Riset untuk film ini memakan waktu satu tahun. Prosesnya lama, yang bikin lama tentunya birokrasi Jatigede yang ribet. Sekedar Informasi, bendungan ini direncanakan sejak era Hindia Belanda, tahun 2008 era Presiden SBY dihidupkan lagi, dan yang mengeksekusi Presiden jokowi dengan dana dari Tiongkok. Secara kajian sebenarnya bendungan ini tidak layak dibangun. Film ini pertama kali diputar di SDN Cipaku yang muncul di filmnya. Tentunya memutar film ini tidak mudah, berbagai kendala harus dihadapi seperti teror dari ormas dan kelompok yang mendukung proyek bendungan.Secara singkat, pemaknaan rumah dari keempat film tersebut berbeda-beda. Ada yang menganggap rumah hanya sebagai sebagai transit, rumah sebagai sumber masalah, rumah sebagai tanggung jawab, hingga rumah sebagai tempat bertemu orang yang kita sayangi. Tidak ada yang sepenuhnya salah dan tidak ada yang sepenuhnya benar. Rumah bukan soal tempat dan bentuknya. Rumah adalah tempat di mana kita harus merasa aman dan nyaman. Ingat film Shoplifters (2018), di mana sekelompok orang tinggal di sebuah rumah yang ternyata mereka bukan keluarga sedarah namun mereka semua merasa satu keluarga. Ada satu quote menarik yang selalu saya ingat dari film Thor: Ragnarok (2017), “Asgard is not a place, it’s a people”. Itu dikatakan oleh Odin kepada sang anak Thor ketika ramalan kehancuran Asgard menjadi kenyataan. Bagaimana makna Rumah menurutmu?