Akhir dari sebuah relationship adalah pernikahan. Begitu kata beberapa orang yang memang meyakininya. Begitu pula orientasi beberapa orang dalam menjalin hubungan di rentang usia 20-an. Begitu pun yang jadi pikiran seorang perempuan asal Los Angeles, Nicole yang bertemu dengan seorang laki-laki di New York, Charlie. Dua orang yang tidak sengaja bertemu di kota New York dalam rangka menonton drama yang disutradarai oleh Charlie, tak lama kenal mereka memutuskan untuk menikah di usia yang terbilang cukup muda, 19-20an.

Pernikahan adalah suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang telah menginjak usia dewasa ataupun diaanggap telah dewasa dalam ikatan yang sakral. Pernikahan yang bahagia pastinya menjadi dambaan setiap pasangan. Kehidupan pernikahan merupakan pintu awal pasangan untuk beradaptasi dan saling memahami. Perbedaan latar belakang, usia, tingkat pendidikan dan lain-lain menjadi tidak berarti jika penerimaan pada masuknya siklus kehidupan berkeluarga diterima dan dipahami dengan baik. Kondisi menerima dan memahami inilah yang harusnya menjadi dasar untuk membangun keluarga berkualitas

Dimulai dengan Voice Over keduanya tentang hal-hal baik apa saja yang dilihat dari pasangannya dalam rangka tugas dari mediator poses perceraian. Pada saat itu Nicole yang terlihat sangat kesal menolak untuk membaca ulang tulisan yang telah dibuatnya tentang hal baik dari suaminya yang kemudian memilih pergi dari proses mediasi itu, Nicole meninggalkan ruangan sambil berkata kasar. Jika dilihat secara keseluruhan, inti dari masalah yang terjadi dalam pernikahan ini adalah ketidak siapan keduanya menghadapi kehidupan rumah tangga, bahwa perasaan cinta tidak cukup jadi satu-satunya pendorong kuat untuk maju ke jenjang pernikahan. Mengetahui kemungkinan apa saja yang akan muncul saat kita memilih seseorang untuk berada di sebelah kita setiap hari seharusnya jadi agenda persiapan untuk pernikahan. Selain itu, pengertian bahwa pernikahan adalah komitmen seumur hidup untuk membangun kehidupan berkeluarga sering dilupakan beberapa pasangan dan akhirnya perceraian jadi jalan keluar saat konflik semakin besar.

Sudah banyak narasi yang berkembang diluar sana bahwa; Great relationships aren’t discovered; they are created. Namun tidak banyak yang sadar bahwa mereka mampu melakukan kerjasama dengan pasangan dalam menciptakan hubungan yang hebat, jika disertai dengan motivasi dan kemauan yang cukup untuk melakukannya. Dimulai dari persiapan untuk pernikahan, yang bukan hanya preparation for the wedding but for the marriage itself.

Persiapan untuk pernikahan terdiri dari tiga bagian utama: Mengembangkan kualitas-kualitas penting, mengembangkan keterampilan yang diperlukan, dan mengajukan pertanyaan yang tepat. Ini adalah pekerjaan seumur hidup, tetapi kabar baiknya adalah kita tidak harus sepenuhnya selesai dalam aspek-aspek ini untuk bisa masuk ke dalam permainan. Sebagian bisa dilakukan saat kita sudah bersama dengan pasangan kita sebagai pasutri. Mengembangkan keterampilan dan kualitas ini idealnya dilakukan satu atau dua tahun sebelum pernikahan, namun beberapa bulan sebelum pun bisa jadi syarat minimum. (Psychology Today, NDY). Persiapan ini yang sepertinya tidak dilakukan oleh Charlie dan Nicole saat memutuskan untuk menikah.

Mengajukan pertanyaan seperti misalnya: kesepakatan mengurus anak, harapan tempat tinggal, perbedaan sifat yang saat ini menarik tapi mungkin dapat berubah 5 tahun lagi, bagaimana mengelola keuangan, bagaimana dengan karir masing-masing, bagaimana kesiapan menjadi orangtua, bagaimana jika pasangan meminta waktu sendiri, sedekat apa pasangan dengan narkoba, alkohol dan perjudian, bagaimana relasi dengan keluarga satu sama lain, bagaimana menyikapi stress baik secara pribadi maupun bersama, bagaimana membagi pekerjaan rumah tangga, bagaimana menyikapi dan memperbaiki konflik, kunjungan ke rumah keluarga, dan bagaimana jika pasangan dekat dengan orang lain dan apakah hal itu dianggap perselingkuhan (Psychology Today, NDY). Dari pertanyaan-pertanyaan itu lah yang akan meminimalisir konflik antara Charlie dan Nicole karena seyogyanya mereka sudah tahu sejak awal sebagai bentuk antisipasi jika terjadi di tengah perjalanan rumah tangga mereka.

Konflik antara keduanya yang ditemukan sejak Nicole yang mulai bercerita dengan Nora (Laura Dern) sebagai pengacaranya pada saat itu. Hal yang diceritakan mulai dari perasaan Nicole yang merasa tidak dipedulikan lagi sebagai istri, apa yang sudah dia usahakan (mengurus Henry anaknya dan bertahan tinggal di New York); “Aku tak pernah menghidupkan diriku,  Akulah yg menjadikannya hidup” Nicole merasa pernah merasa tersisihkan dengan kebesaran nama suaminya atas prestasi-prestasi perusahaan teaternya; Dia sempat berpikir bahwa kehadiran anak akan membantu kondisi perasaannya baik-baik saja, tapi ternyata tidak, dia merasa justru dia yg hanya mengurus anaknya. Kemudian pikiran tentang perabotan rumah yg semuanya hanya mempertimbangkan selera Charlie. Nicole sampai lupa akan seleranya sendiri. Dia tidak diajak untuk memilih apartemennya, hanya diharuskan pindah. Keinginan untuk pindah ke LA pun diabaikan. Kemudian datang tawaran acting di LA yang jadi penyelamat bagi hidupnya untuk merasa memiliki kehidupan sendiri. Menjalani apa yang ingin dia jalani. Dia berharap suaminya akan mendukung dan memberi apresiasi atas apa yang dia lakukan ini, nyatanya tidak.

Semua keluhan Nicole pada Nora seharusnya bukan jadi keputusannya untuk bercerai jika dia memiliki motivasi dan kemauan yang cukup untuk melakukan perbaikan dengan manajemen konflik. Hal itu pun tidak akan jadi masalah besar jika sebelumnya sudah dibicarakan detail sesuai dengan apa yang disarankan ahli dalam Psychology Today dalam hal seni mengajukan pertanyaan sebelum pernikahan. Secara psikologis sangat terlihat memang Nicole mengalami stress akibat segala perubahan yang terjadi sepanjang kehidupan pernikahannya. Charlie sebagai suami mungkin tidak melihat itu dan hidup seperti biasa saja, pun Nicole yang mungkin tidak mengkomunikasikan dengan konsisten pada Charlie sehingga semua seperti mengendap tanpa ada jalan keluar.

Kehidupan pernikahan menurut Santrock (1995) adalah masuknya individu ke dalam lima tahapan siklus kehidupan keluarga, yaitu dengan persiapan meninggalkan rumah sebagai individu yang mandiri dan bertanggung jawab emosional dan finansial. Sayangnya tidak semua pasangan melakukan persiapan pertanggungjawaban pribadi saat menikah dan berkeluarga secara baik. Bahkan dalam penelitian Doss, Rhoades, Stenly & Markman (2009) disebutkan bahwa pasangan dengan usia pernikahan lima tahun akan mengalami berbagai masalah yang timbul. Menghadapi persoalan tersebut perlu adanya program pengayaan pernikahan atau marriage enrichment sebagai upaya untuk mempromosikan komitmen yang seimbang dan berkembang dalam hubungan pernikahan, untuk kemudian membaca buku-buku tema meningkatkan hubungan  

Kemudian terkait keterbukaan gairah seksual yang tidak berjalan lancer antara Nicole dan Charlie. Dikatakan oleh Charlie bahwa sudah setahun belakangan, Nicole tak mau berhubungan suami istri dengan Charlie yang menurut Charlie jadi alasan dirinya berselingkuh dengan rekan kerjanya Marry Ann. Akar masalah perselingkuhan ini pun kembali pada stress yang dialami Nicole, mengapa? Jeffrey Bernstein Ph.D, seorang Fmilly Psychologist & Relationship Coach dalam Psychology Today menjelaskan, hilangnya aktivitas seksual itu dipengaruhi tiga hal, yaitu pengaruh emosional internal yang buruk, pengaruh fisik seperti gaya hidup dan pengaruh hubungan. Keadaan emosi akibat tekanan keluarga dapat menghapus hasrat seksual. Kemarahan dan kebencian adalah emosi kuat lain yang menurunkan hasrat seksual. Hal ini mungkin tidak disadari Nicole dan akhirnya tidak dikomunikasi kan dengan baik pada Charlie, pun dengan Charlie yang tidak menanyakan sebagai partner hidup terkait apa yang dirasakan sejak menjadi istri dan ibu dari Henry beberapa tahun belakang.

Bagaimana pertengkaran di apartemen Charlie terjadi sangat memperlihatkan akibat atau dampak dari disimpannya semua masalah yang dianggap kecil oleh masing-masing. Seperti snowball effect, semua masalah dan perasaan negatif yang pernah muncul tidak disampaikan dengan baik di waktu yang tepat. Ini berkaitan dengan kemampuan seseorang melakukan Health Communication in Relationship. Dalam jurnal “Communication Cycle: Definition, Process, Models and Examples” Prof. John Velentzas beserta DR. Georgia Broni (2014). Komunikasi merupakan macam tindakan yang diberikan atau diterima individu dari informasi yang disampaikan orang lain. Bisa tentang kebutuhan, keinginan, pengetahuan, atau keadaan. Antisipasi konflik yang terjadi antara Nicole dan Charlie adalah dengan Komunikasikan Diri Kita. Bicarakanlah tentang pikiran dan perasaan diri kita sendiri, begitu pun pasangan kita dapat mengutarakan mengenai dirinya sendiri. Fokus pada apa yang dapat kita katakana tentang diri kita sendiri secara langsung, bukan sesuatu yang sudah terjadi kemarin atau minggu lalu. Akui jika kita memiliki perasaan negatif atau ada pemikiran menyimpang. Yang terjadi pada Nicole dan Charlie mungkin adalah anggapan bahwa hal-hal yang pernah dirasakan adalah tidak penting, immature atau tidak pantas. Kemudian kemampuan Charlie dalam mendngarkan, yang belum pada tahap menempatkan dirinya pada sisi Nicole yang mana akan membawa dia pada perspektif baru.

Catatan penting untuk kita adalah; Hentikan kebutuhan untuk menjadi benar. Percakapan dengan pasangan bukanlah pertempuran yang harus kita menangkan. Kita tidak perlu membuktikan apapun. Dari perseteruan yang terjadi antara keduanya di apartemen Charlie sangat jelas terlihat bahwa menyelesaikan masalah dari perspektif kita sendiri bisa menjadi proses yang berantakan.

Mari kita lihat sekarang dari sisi Charlie sebagai sosok suami yang dikeluhkan Nicole tidak lagi peduli dengannya. Hal itu mungkin bisa kita temukan pada saat scene Charlie bersama Henry yang seringkali tidak mendengarkan keinginan anaknya dan memaksakan kehendaknya sebagai ayah. Charlie mengabaikan apa yang sebenarnya Henry inginkan seperti tinggal lebih lama di LA, kenyamanannya dengan lingkungan dan teman-teman disana, bahkan saat dia merasa lelah untuk keluar malam saat malam Halloween. Charlie tetap memaksa pergi karena merasa hal itu sebaik-baiknya quality time ayah dengan anaknya setelah Henry puas menghabiskan waktu dengan ibu dan saudaranya. Semakin jelas ego Charlie terlihat saat diskusi dengan pengacara keduanya saat proses perceraian, Nora pengacara Nicole berkata “Jadi, itu kesepakatan saat kau menginginkannya dan disuksi saat Nicole menginginkannya?”. Charlie terdiam, membenarkan. Dia tidak sadar sudah sangat mengabaikan Nicole dan anaknya dalam hal pendapat dan keinginan.

Charlie lahir dan tumbuh dari keluarga yang sangat dekat dengan alkohol dan kekerasan saat masa kecilnya. Hal ini yang bisa jadi salah satu faktor pembentuk karakter Charlie saat dewasa. Tidak mutlak, namun menjadi pendukung kuat yang harusnya jadi perhatian Nicole. Mengingat Nicole pun adalah penggemar minuman keras dan beberapa kali menggunakan obat-obat terlarang saat sudah memilki Henry dalam hidupnya. Seringkali hal tersebut menjadi pengalihan atas ketidakmampuannya menghadapi konflik yang terjadi dalam hidup sejak ia masih remaja. Hal ini pun yang digarisbawahi oleh Nora saat hendak diwawancarai oleh observer perlindungan anak. Tidak akan mengantongi izin mengurus anak bagi ibu yang memiliki kebiasaan buruk seperti Nicole.

Proses perceraian yang panjang dan rumit ini harusnya jadi pelajaran berharga bagi keduanya tentang menjadi pasangan suami istri sekaligus orangtua. Terlebih Nicole yang akhirnya bertemu dengan pasangan baru, dan mengantongi hak asuh Henry atas dirinya. Charlie yang masih dengan leluasa dapat mengunjungi anaknya pun adalah kesempatan untuk mendapati diri active listening to child and spouse needs. Keduanya masih memiliki kesempatan untuk bekerjasama membesarkan Henry dengan sebaik mungkin. Akan berat mungkin, namun begitu resiko yang harus diterima keduanya atas pilihan yang diambil.

Referensi:

Caroll, Jason S. 2009. Criteria for Marriage Readiness Among Emerging Adults. Journal of Adolescent Reasearch.

E DiDonato, Theresa Ph.D.  7 Questions You Have to Ask Each Other Before You Commit. Psychology Tody.

Linda & Charlie Bloom. 2017. The Best Preparation for Marriage. Psychology Today.

Saidiyah, Satih & Julianto Very. 2016. Problem Pernikahan dan Strategi Penyelesaiannya: Studi Kasus Pada Pasangan Suami Istri Dengan Usia Perkawinan Di Bawah Sepuluh Tahun. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.